Waketum PPP: Tak Hanya Kontroversial Dan Teledor, Kemendikbud Juga Nambah Beban Jokowi
Pers.my.id
- Banyaknya masalah yang terjadi di lingkungan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI dalam beberapa bulan terakhir menambah
preseden buruk dunia pendidikan di Indonesia.
Selain itu, rentetan kontroversi yang terjadi justru menambah beban Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, kepada wartawan, Rabu (21/4).
"Kemendikbud
alih-alih mengurangi beban dan kecurigaan politik yang selama ini masih
diembuskan kepada Presiden Jokowi oleh kalangan tertentu, tapi malah
menambahnya," kata Arsul.
Arsul
memaparkan, setidaknya ada tiga peristiwa dalam waktu berdekatan
terkait Kemendikbud yang dinilai telah menambah beban politik bagi
Presiden Jokowi.
Pertama, hilang atau tidak adanya frasa agama dalam draf atau rancangan peta jalan pendidikan nasional (PJPN).
Kedua,
tidak tercantumnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam peraturan
pemerintah yang diprakarsai dan kemudian menjadi PP Nomor 57/2021
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Teranyar,
terkait hilangnya pendiri NU sekaligus pahlawan nasional KH Hasyim
Asyari dari Kamus Sejarah Indonesia yang diterbitkan dan dikelola oleh
Direktorat Sejarah, Ditjen Kebudayaan Kemendikbud.
Bahkan,
kalangan Nahdliyin khususnya yang tergabung dalam Lingkaran Profesional
Nahdliyin (NU Circle) menyampaikan, ternyata bukan hanya nama KH Hasyim
Asyari saja yang tidak muncul dalam kamus sejarah online Kemendikbud
tersebut.
Tetapi,
nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga tidak ditempatkan sebagai
tokoh sentral yang dimuat tersendiri dalam modul kamus sejarah.
"Juga
nama Jenderal Sumitro dan Sumitro Djojohadikusumo, ayah kandung Prabowo
Subianto. Juga tokoh Islam serta anggota PPKI, Abdul Kahar Muzakir,"
tuturnya.
Nama
Gus Dur, lanjut Arsul menyayangkan keteledoran Nadiem Makarim, hanya
dimunculkan untuk melengkapi sejarah beberapa tokoh. Seperti ketika
kamus tersebut menerangkan tokoh Ali Alatas yang ditunjuk sebagai
Penasihat Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan Gus Dur.
"Juga disebut untuk melengkapi sejarah tokoh Megawati Soekarnoputri dan Widjojo Nitisastro," sesal Wakil Ketua MPR RI ini.
Lebih mengherankan lagi, menurut Arsul, justru ada nama Abu Bakar Baasyir dalam deretan tokoh sejarah itu.
Padahal,
nama Abu Bakar Baasyir yang termuat di halaman 11 itu adalah mantan
narapidana kasus terorisme yang menolak membuat pernyataan setia pada
ideologi Pancasila
"Mengapa
ini (Abu Bakar Baasyir) justru muncul sebagai tokoh pada buku/kamus
yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini?" pungkasnya. (RMOL)